KAPAN JIHAD MEMBELA NEGARA MENJADI WAJIB?
Indonesia
secara yuridis memang bukan negara Islam, namun secara defakto Indonesia adalah
negara yang penduduknya mayoritas muslim, bahkan diduga kuat menjadi negara muslim
terbesar.
Oleh sebab itu, menurut hemat penulis, berjihad membela negara Indonesia dari serangan
musuh dari luar sama dengan membela hak-hak umat Islam secara tidak langsung menjadi sebuah keniscayaan. Bahkan dalam
kondisi-kondisi tertentu hal ini hukumnya menjadi wajib yaitu:
Pertama:
ketika wali al-amr (penguasa/pemerintah) memerintahkan untuk berjihad,
maka tidak boleh seorangpun menyelisihinya untuk tetap tinggal kecuali yang memiliki
uzur. Allah
swt. berfirman:
“Hai orang-orang yang beriman apakah
sebabnya apabila dikatakan
kepada kamu, ‘Berangkatlah (untuk berperang) pada jalan Allah’, kamu merasa berat dan ingin
tinggal di tempatmu? Apakah
kamu puas dengan kehidupan di dunia sebagai ganti kehidupan di akhirat? Padahal kenikmatan
hidup di dunia ini (dibanding
dengan kehidupan) di akhirat hanyalah sedikit. Jika kamu tidak berangkat untuk berperang
niscaya Allah akan menyiksa
kamu dengan siksaan yang pedih dan digantinya (kamu) dengan kaum yang lain dan kamu tidak
akan memberikan kemudaratan
pada-Nya sedikitpun. Allah Maha Kuasa atas segala sesuatu.” (QS. al-Taubah [9]: 38-39).
Kedua,
ketika musuh sudah mengepung suatu negeri, yakni musuh datang kemudian masuk ke suatu
negeri dan mengepungnya, ketika itu jihad menjadi fardu ‘ain bagi setiap orang
penduduk negeri
itu yang mampu untuk membela negaranya, sekalipun para wanita atau orang tua. Karena ini
adalah perang pembelaan, bukan perang dalam arti penyerangan (untuk perluasan ekspansi).
Ketiga,
apabila
telah memasuki barisan perang dan kedua pasukan telah bertempur, maka jihad ketika itu
menjadi fardu ‘ain, tidak boleh bagi seorangpun untuk berpaling. Allah berfirman:
“Hai orang-orang yang beriman apabila kamu
bertemu dengan orang-orang kafir yang sedang menyerangmu, maka janganlah kamu membe-lakangi mereka (mundur), barang siapa yang mundur di waktu itu kecuali berbelok
(untuk siasat) perang atau
hendak menggabungkan diri dengan pasukan yang lain, maka sesungguhnya orang itu kem-bali dengan
membawa kemurkaan dari Allah dan tempatnya
ialah neraka jahannam. Dan
amat buruklah tempat kembalinya.” (QS. Al-Anfal [8]: 15-16).
Keempat,
ketika manusia membutuhkan kepada orang yang mampu menggunakan senjata, dalam posisi tak ada
seorangpun yang mengetahui cara penggunaan
senjata baru tersebut kecuali seorang saja,
maka menjadi fardlu ‘ain bagi dia untuk berjihad meskipun tidak diperintahkan oleh pemimpin negara karena ia
dibutuhkan. Namun di sisi lain, harus dibedakan antara jihad membela negara dengan membela penguasa. Apa yang terjadi ketika Irak perang dengan Iran, mereka saling berjihad satu sama lain,
Irak memberi gas racun tentara Irak dan Irak menginjaki bom, karena Ayatullah Khomeini memerintahkan berji-had melawan Saddam.
Hal ini menurut hemat penulis sudah
sangat politis. Jihad ditafsirkan oleh para pimpinan agama setempat untuk keuntungan
mereka. Karena itu, Al-Quran, sebaiknya
tidak ditafsirkan untuk political interest (ke-pentingan politik tertentu). Lebih baik
berjihad membangun ekonomi negara,
membayar hutang, memberantas kebodohan dan kemiskinan struktural dan me-lawan korupsi dan terorisme yang membahayakan ketertiban umum.
Secara
konseptual Al-Qur’an tidak merumuskan apa itu negara dan bagaimana bentuk suatu negara, term yang menjelaskan
komponen-komponen suatu negeri yang aman dan
juga pentingnya memiliki cita-cita mulia
membutuhkan akan adanya negara yang baik di bawah ampunan Allah swt.
Pemeliharaan terhadap negara yang
aman, berkeadilan dan sejahtera merupakan bagian nilai-nilai nasionalisme religius. Jihad dalam membela negara
dapat dilakukan dengan menciptakan suatu suasana yang harmonis antar berbagai komponen bangsa dan ini adalah jalinan persatuan
dan kesatuan yang hakiki. Selain itu pengembangan demokrasi atas dasar musyawarah dan membrikan kebebasan berpendapat
merupakan kerangka jihad aplikatif kebangsaan
yang tidak boleh ditinggalkan. Muara
dari semua itu penciptaan pemerataan pendapatan di mana tujuan mulia bangsa adalah menciptakan keadilan
sosial (social justice).
Kewajiban
membela negara tidaklah bersifat individual dan kelompok, kepentingannya pun harus
bersifat nasional. Membela negara secara fisik baru
dapat dilakukan ketika wali>al-amr (penguasa/pemerintah) meme-rintahkan
untuk berjihad dan ketika musuh sudah mengepung suatu negeri. Apabila musuh datang lalu masuk ke suatu negeri
dan mengepungnya, ketika itu jihad menjadi fardlu ‘ain bagi semua orang. Jika membela
Negara Indenesia
menjadi salah satu prasarat bagi tegak dan jayanya umat Islam dalam men-jalankan nilai-nilai
Islam dan kemanusian universal, maka jihad membela negara menjadi sebuah keharusan (condition sine qua non).
Comments
Post a Comment