cicak di atas kepala buaya
“Cicak di Atas
Kepala Buaya”
Oleh: Bung
Hutan karangan yang terselip satu manusia bukan berarti dia tidak
mampu mengulahnya, Kalimat itulah yang tepat untuk memulai tulisan ini.
Kiprah perjuangan mahasiswa kini kian dihadapkan pada problematika
bangsa yang penuh sandiwara, perjuangan atas nama rakyat sedikit telah berubah
menjadi ajang kompetisi bagi kepentingan dirinya. Hal tersebut dapat dibuktikan
dengan keadaan rakyat yang semakin terpuruk di tengah-tengah melambungnya
organisasi kemahasiswaan.
Mahasiswa sebagai agen of change serta agen of control sudah
seharusnya lebih bersikap ke arah terciptanya cita-cita bangsa, membangun
kepercayaan rakyat melalui tindakan-tindakan yang berpihak padanya.
Al-Qolam merupakan lembaga perguruan tinggi yang yang secara letak
geografis berada pada garis desa dan lembaga kemahasiswaan yang langsung
menyentuh dan berdampingan dengan masyarakat yang membutuhkan sentuhan lebih
dari kaum mahasiswa. Oleh karena itu, dengan hadirnya dua organisasi kemahasiswaan
yaitu GMNI dan PMII dapat diharapkan mampu menganalisa keadaan yang berkaitan
dengan masyarakat sekitar kampus secara khusus dan masyarakat Indonesia secara
umum.
GMNI sebagai organisasi kemahasiswaan yang konsisten memperjuangkan
hak-hak rakyat dengan ideologi marhaenismenya bisa dibilang organisasi yang
baru hidup dibumi Al-Qolam, namun pada tataran kiprahnya GMNI Al-Qolam cukuplah
melambung, mengingat organisasi ini banyak membela dan berjuang bersama sama
rakyat atas penderitaan yang sama.
Dikutip dari pernyataan mantan komisaris periode 2015-2016 Bung
Mursid Efendy, menyatakan bahwa GMNI Al-Qolam pernah diminta oleh masyarakat Desa
Putat Lor Gondanglegi untuk menjelaskan dan memberi pemahaman terkait undang-Undang
Desa, “dan kamipun mengabulkan permintaan tersebut” ungkapnya. Mantan ketua HMJ
PBSI tersebut juga menambahi, bahwa hal tersebut merupakan kebanggaan serta
suatu kehormatan bagi GMNI Al-Qolam, artinya GMNI mendapatkan nilai tawar
khusus dalam perjuangannya serta mampu membangun kepercayaan masyrakat pada
organisasi yang menjunjung tinggi nilai nasionalisme ini.
GMNI Al-Qolam dengan kuantitas yang bisa dikatakan minoritas ini, dalam
perjuangannya tidak berhenti di itu saja, melainkan organisasi ini tetap
konsisten dalam menyikapi segala problematika-problematika lokal maupun
nasional. Turun aksi dan musyawarah mufakat dalam memperjuangkan rakyat sudah
menjadi habitual action dalam organisasi dengan motto pejuang pemikir-pemikir
pejuang ini, dengan bahasa lain GMNI tidak hanya ribut dengan himpunan
pengkaderan saja melainkan organisasi ini bergerak diluar itu, mengingat organisasi kemahasiswaan bukanlah
suatu partai politik yang harus banyak menghimpun kader.
Menurut sastrawan lokal Diam bukan berarti kosong karena kosong
adalah isi. Deskripsi analisis itulah yang tepat untuk GMNI Al-Qolam,
artinya organisasi ini diam tapi dia bisa menyeruduk dan menyerang ketika merah dikibarkan
serta organisasi ini berperang bukan dalam posisi ketinggian tapi dia berjuang bersama
dalam posisi yang seimbang karena organisasi ini tidak mau dibilang menang tanpa lawan
ataupun menang dalam posisi yang tidak seimbang. GMNI Al-Qolam bukan organisasi
pinguin, yang berhimpun dan bergerak lambat.
Berdasarkan fakta diatas GMNI Al-Qolam telah membatalkan statemen yang
menyatakan organisasi ini dalam pergerakannya tak ubahnya cicak dan buaya,
karena sebenarnya jika organisasi ini diumpamakan pertarungan antara cicak dan
buaya, maka organisasi ini sebenarnya cicak di atas kepala buaya.
Comments
Post a Comment